Mengkritisi Kebijakan dari Mendikbud Baru

Profil Singkat Nadiem Makarim
Nadiem Makarim, lahir di Singapura pada tanggal 4 Juli 1984. SD di
Jakarta, kemudian melanjutkan jenjang pendidikannya di Singapura hingga SMA.
Kemudian, melanjutkan S1 di jurusan International Relations di Brown
University, Amerika Serikat. Lalu melanjutkan ke jenjang S2 di Harvard
University. Usai menyandang gelar Master Business of Administration (MBA),
Nadiem bekerja di sebuah perusahaan Mckinsey & company. Lalu usai resign
dari sana bekerja sebagai co-founder dan managing editor di Zalora Indonesia.
Yang kemudian resign dan mendirikan Gojek.
Presiden Joko Widodo baru-baru ini mengumumkan Kabinet Indonesia
Maju masa kerja 2019-2024 di Istana Negara pada tanggal 23 Oktober 2019. Dan
salah satu yang menjadi sorotan ialah Mendikbud (Menteri Pendidikan dan kebudayaan)
yang dijabat oleh Nadiem Makarim. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem yang
telah sukses mendirikan Gojek, lalu mengundurkan diri sebagai drektur utama
Gojek setelah ditawarkan menjadi kabinet oleh Presiden Joko Widodo. Dan beliau
termasuk menteri yang paling muda yang dilantik oleh bapak Presiden.
Sebagai menteri pendidikan yang baru, Nadiem Makarim mempunyai
kebijakan baru dalam dunia pendidikan di Indonesia. Beliau membuat gebrakan
dengan membuat kebijakan “Merdeka Belajar” yang awalnya marak karena menghapus
Ujian Nasional. Namun, pada Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi X DPR RI,
Nadiem mengklarifikasikan bahwa ia tidak menghapus Ujian Nasional. Tetapi
beliau hanya menggatikan system Ujian Nasional dengan sistem baru. Selain
kebijakan “Merdeka Belajar”, Nadiem juga membuat kebijakan untuk kampus-kampus
dan para mahasiswa, yang dinamakan “Kampus Merdeka”. Dua kebijakan tersebut
yang dibuat Nadiem Makarim setelah dilantik sebagai Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan baru-baru ini.
Merdeka Belajar
Berikut poin-poin dari kebijakan “Merdeka Belajar” yang dibuat
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem makarim:
Mengganti Ujian Nasional (UN) dengan ujian asesmen. Ujian asemen
ini diserahkan kepada pihak sekolah secara meyeluruh. Sehingga sekolah menyelenggarakan
ujian asesmen dan menciptakan standart kelulusan sendiri untuk para siswanya.
Dan otomatis Menteri Pendidikan dan Kebudayaan memberikan kepercayaan yang
lebih untuk memberikan ujian sebagai syarat kelulusan. Ujian asesmen sendiri
tidak harus berupa tes tulis, tetapi bisa berupa penugasan kelompok, membuat
hasil karya tulis, ataupun lain sebagainya tergantung pihak sekolah ingin
memberi standar kelulusan seperti apa.
Selain mengganti Ujian Nasional (UN) menjadi ujian asesmen, Nadiem
juga mengganti format Ujian Nasional (UN) dan menggantinya dengan Asesmen
Kompetensi Minimum dan Survei Karakter. Bereda debgan Ujian Nasional yang diuji
pada kelas akhir (kelas 6, 9, 12), ujian
asesmen ini diujikan kepada siswa pertengahan kelas (kelas 4, 8, 11) sehingga
tidak bisa digunakan sebagai basis seleksi ke jenjang berikutnya. Upaya ini
diharapkan Mendikbud agar sekolah dapat memperbaiki mutu belajar para siswa.
Menyederhanakan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Guru diberi
kebebasanuntuk menyederhanaka RPPnya sendiri yang sebelumnya dianggap terlalu
banyak dan kaku dan disederhanakan hanya selembar saja yang sebelumnya RPP
berjumlah 20 halaman. Dan yang terakhir kebijakan “Merdeka Belajar” ialah
memberikan fleksibilitas dalam sitem zonasi dan peraturan Penerimaan Peserta
Didik Baru (PPDB). Kebijakan ini memberi kuota lebih pada jalur prestasi. Yang
sebelumnya kuotanya hanya 15% menjadi 30%. Setelah mengerti poin-poin dari
kebijakan “Merdeka Belajar”, lalu bagaimana pendapat masyarakat tentang
kebijakan baru dari Mendikbud? Apa alasan Nadiem menciptakan
kebijakan-kebijakan tersebut?
Pendapat Mendikbud Tentang Merdeka Belajar
Awalnya, memang banyak bingung tentang konsep yang disampaikan
tentang “Merdeka Belajar” ini. Lembaga les yang ada pun tidak banyak yang
merasa menyayangkan apabila UN dihilangkan. Sebagian lagi lembaga les merasa
jasa yang mereka sediakan akan percuma, karena lembaga les yang selalu ramai
ketika hendak Ujian Nasional guna embimbing anak-anak dalam menghadapi Ujian
Nasional. Sebagian masyarakat lagi setuju dengan adanya kebijakan yang dibuat
oleh Mendikbud tersebut.Tetapi Nadiem Makarim memiliki alasan masing-masing
mengapa ia menerapkan kebijakan tersebut:
Alasan pertama mengenai pergantian sistem Ujian Nasional yang
diserahkan kepada pihak sekolah. Karena,
sejauh ini yang kita pahami anak-anak hanya dituntut untuk mencapai penilaian
pada materi-materi dan mata pelajaran tertentu. Selebihnya untuk mata pelajaran
lainnya tidak ada pencapaian yang mengharuskan seperti mata pelajaran yang
diujikan pada Ujian Nasional. Materi-materi dalam UN pun membuat para siswa
menghafal dan memberatkan siswa. Sehingga tidak salah apabila itu memberatkan
siswa dan menurunkan kualitas. Ketika siswa banyak yang merasakan bahwa UN itu
berat, nadiem berpendapat bahwa menghafalkan materi bukan salah siswa maupun
gurunya. Tapi memang salah pada sistemnya saja. Makadari itu Nadiem menciptakan
sistem baru dalam Ujian Nasional ini. Dengan adanya kebijakan ini Nadiem juga
mengharapkan agar siswa-siswa tidak diukur dengan penguasaan materi melainkan
penguasaan kompetensi.
Kampus Merdeka
Selain kebijakan-kebijakan yang telah disampaikan dalam “Merdeka
Belajar” untuk sekolah-sekolah dari jenjang SD sampai SMA sederajat. Apabila di
bangku perkuliahan kebijakan ini diberi nama “Kampus Merdeka”, yang merubah:
Kebijakan pertama dalam “Kampus Belajar yakni, menambah atau
membuka program studi (prodi) baru pada Perguruan Tinggi Negeri (PTN) dan
Perguruan Tinggi Swasta (PTS) yang sudah memiliki akreditasi A dan B, dan yang
telah melakukan kerjasama dengan organisasi dengan universitas yang masuk dalam
QS Top 100 world Universities. Tetapi pengecualian terhadap prodi kesehatan dan
juga prodi pendidikan. Dan untuk prodi-prodi baru yang akan ditambah otomatis
akan mendapat akreditasi C. memberi kebebasan bagi PTN Badan Layanan Umum (BLU)
dan Satuan Kerja (Satker) untuk menjadi PTN Bada Hukum (BH).
Selanjutnya ialah program re-akreditasi, yang sebelumnya
dilaksanakan setiap 5 tahun sekali namun di dalam kebijakan ini reakreditasi
bersifat otomatis untuk seluruh peringkat dan bersifat sukarela bagi perguruan
tinggi dan prodi yang sudah siap naik pangkat. Untuk kedepannya, Nadiem
mengatakan bahwa re-akreditasi akan ditetapkan oleh Badan Akreditasi Nasional
Perguruan Tinggi (BAN-TP). Dan untuk pengajuan re-akreditasi Perguruan Tinggi
maupun prodi dibatasi paling cepat dua tahun setelah mendapatkan akreditasi
yang terakhir kali. Sementara bagi Perguruan Tinggi yang terakreditasi B dan C
bisa mengajukan peningkatan akreditasi kapan pun. BAN-PT akan melakukan
akreditasi bila ditemukan penurunan kualitas yang meliputi pengaduan masyarakat
yang disertai bukti yang jelas, serta penurunan drastic jumlah mahasiswa baru
yang mendaftar dan lulus dari prodi ataupun perguruan tinggi tersebut.
Kebijakan Kampus Merdeka lainnya ialah mahasiswa boleh mengambil
SKS dari prodi lain. Dalam kebebasan ini mahasiswa dapat mengambil mata kuliah
dan merubah definisi Satuan Kredit Semester (SKS). Saat ini, bobot SKS pembelajaran
di luar kelas begitu kecil. Di samping juga tidak mendorong mahasiswa untuk
mencari pengalaman baru, terlebih juga banyak kampus yang menunda kelulusan
mahasiswa karena mereka mengikuti pertukaran pelajar atau praktek kerja
lapangan. Sehingga, setiap perguruan tinggi mewajibkan emberi hak kepada
mahasiswanya untuk memberi pilihan mengambil SKS ke prodi lain. Untuk keputusan
mengambil atau tidaknya diserahkan kepada mahasiswa, boleh mengikuti dan boleh
tidak mengikuti.
Mendikbud mendefinisikan ulang konsep SKS. Ia menjelaskan bahwa SKS
dapat diartikan sebagai jam kegiatan, bukan lagi jam belajar. Kegiatan di sini
berarti baik belajar di kelas, magang atau praktek kerja di industri atau
organisasi, pertukaran pelajar, pengabdian masyarakat, wirausaha, riset, studi
independen, maupun kegiatan mengajar di daerah terpencil.
Pendapat Mendikbud tentang Kampus Merdeka
Kebijakan Nadiem
Makarim tentang kampus Merdeka dianggap banyak yang sudah pro dan menyetujui
adanya kebijakan tersebut. Berikut alasan Nadiem Makarim mengenai Kampus
Merdeka: Nadiem membuat
kebijakan Kampus Merdeka agar mendorong pergurua tinggi agar lebih adaptif.
Beliau menyebutkan bahwa perguruan tinggi tidak memiliki potensi untuk
mengembangkan sumber daya manusia (SDM) unggul tercepat. Oleh karena itu
menurut Nadiem dengan adanya upaya Kampus Merdeka ini, perguruan tinggi dapat
menciptakan SDM yang uggul dan berinovasi cepat. Menurutnya dengan begitu
potensi meningkatkan SDM yang unggul. Karena, pendidikan tinggi di Indonesia
ini harus menjadi ujung tombak yang bergerak cepat lantaran posisinya yang
dekat dengan dunia pekerjaan. Dimana kebanyakan tombak pendidikan di indoneisa
ini berpacu pada perguruan tinggi yang banyak mahasiswa S1 yang akan menjadi
SDM unggul di Indonesia ini.
Mempercepat
inovasi, merupakan tujuan utama sebuah perguruan tinggi. Inovasi yang bisa
dilakukan seperti iovasi kurikulum, inovasi pengabdian masyarakat, inovasi
dalam riset, dan lain sebagainya. Menurut Nadiem, inovasi itu tidak bisa
dilakukan tanpa ada ruang yang bergerak. Inovasi hanya terjadi di dalam suatu
ekosistem yang dibatasi. Dan mempercepat inovasi adalah salah satu tujuan dari
Kampus Merdeka.
Menghilangkan
paradigma, bawa pendidikan hanya tanggung jawab satuan pendidikan. Pada tujuan
poin tersebut Nadiem ingin menciptakan dunia pendidikan baru. Dimana yang
namanya lulusan S1 itu lulus berdasarkan hasil gotong royong seluruh aspek dari
masyarakat sendiri. Bukan hanya perguruan tinggi yang berhak bertanggung jawab
lebih terhadap mahasiswanya tetapi banak aspek yang mempegaruhinya. Dengan
adanya poin tujuan seperti itu maka perguruan tinggi akan berlomba-lomba
bekerjasama dengan kampus lainnya yang berada di dalam ataupun luar negeri,
lintas industri, pemeritah, komunitas masyarakat, dan yang lainnya untuk
menciptakan pembelajaran seperti dalam penyusunan kurikulum hingga rekruitmen
kerja.
Kebijakan Kampus
Merdeka yang memperbolehkan mahasiswa mengambil SKS dari prodi lain, tujuannya
ialah agar dapat melatih mahasiswa lebih adaptif. Nadiem menyatakan bahwa
profesi pada saat ini menuntut SDM yang memiliki kombinasi lintas disiplin
terhadap ilmu. Kebijakan dapat memilih SKS di prodi lain dapat membuat
mahasiswa tidak hanya berfokus dan berpatok dalam prodi yang ia geluti. Tetapi
mahasiswa dapat mencoba dan mencicipi praktek di prodi lain. Karena, Nadiem
ingin membuat mahasiswa lebih adaptif dalam menghadapi situasi pasca kuliah di
zaman yang terus berkembang seperti saat ini.
Kesimpulan
Begitu banyak
alasan yang dikemukakan oleh bapak Mendikbud baru Nadiem Makarim ketika
menjawabi penasaran masyarakat terhadapan kebijakan-kebijakan yang ia buat
untuk menciptakan pendidikan yang maju di Indonesia. Alasa yang menurut saya
masuk akal dan dapat dicerna oleh pemahaman nalar. Memang dari setiap tindakan
terdapat poin negative dan positif. Tetapi, Nadiem Makarim selaku Mendikbud
yang baru ingin memajukan dunia pendidikan di tanah air. Dari poin-poi yang
sudah dipaparkan, semoga upaya-upaya untuk memajukan dunia pendidikan dapat
diterima oleh masyarakat luas dan memperbaiki untuk memciptakan pendidikan di
Indonesia semakin maju. Semoga apa yang tulis, artikel ini dapat bermanfaat
bagi yang membacanya.
By: Badriatul Hasanah
Belum ada Komentar untuk "Mengkritisi Kebijakan dari Mendikbud Baru"
Posting Komentar