Faktor Penyebab Meningkatnya Perceraian Di Masa Pandemi Covid-19 dan Upaya Pencegahannya
Faktor Penyebab Meningkatnya Perceraian Di Masa Pandemi Covid-19 dan Upaya Pencegahannya
Di penghujung tahun 2019, wabah penyakit menggemparkan dunia, menginfeksi hampir semua negara di dunia. Tidak hanya hanya negara kaya, dan berkembang saja bahkan di negara yang miskin juga merasa kepopuleran dan dampak virus ini. Corona virus atau (severeacute respiratory syndrome coronavirus-2) (SARS-CoV-2) adalah virus yang menyerang sistem pernapasan. Penyakit karena Infeksi virus yang disebut Covid -19 dapat menyebabkan gangguan kecil pada sistem infeksi saluran pernapasan, infeksi paru-paru parah dan bahkan kematian. Saluran pernapasan akut atau sindrom corona virus 2 (SARS-CoV-2), umumnya dikenal sebagai virus Covid-19 adalah jenis baru dari virus corona yang menginfeksi manusia. Virus ini bisa menyerang siapa saja, seperti orang tua, orang dewasa, anak-anak dan bayi, termasuk Ibu hamil dan menyusui. Virus ini pert ama kali ditemukan di kota Wuhan negara China. Pada akhir Desember 2019 menyebar dengan cepat ke seluruh belahan dunia.
Pandemi Covid -19 melanda hampir seluruh negara di dunia, membawa dampak kecil. Di bidang kesehatan, selain jutaan orang yang dirawat, Covid -19 telah membunuh ribuan orang. Secara ekonomi, pandemi juga telah memaksa jutaan orang di seluruh dunia untuk berjuang hidup karena banyak area bisnis yang tutup dan tidak lagi berproduksi. Sektor pariwisata dan hiburan sama-sama terkena dampak pandemi Covid -19 ini. Belum lagi sektor pendidikan, lembaga juga mau tidak mau harus beradaptasi dengan berbagai inovasi demi tercapainya keberlanjutan pendidikan. Masalah ini tidak hanya Indonesia, hampir seluruh negara di dunia merasakan dampak dari pandemi Covid -19 ini. Sampai semua pihak mulai dengan para ahli, praktisi dan pemerhati bekerja bahu membahu dengan pemerintah untuk mencari cara menghadapi serangan virus Covid -19 ini.
Tidak hanya sektor publik yang sangat terpengaruh oleh virus Covid -19. Dalam hal ini, sektor domestik juga merasakan guncangan. sebagai beberapa laporan media massa, tentang banyaknya kasus perceraian yang terjadi di tengah pandemi virus corona.S eperti dikutip Kompas TV, catat kenaikan tajam kasus perceraian di tengah pandemi viruskorona. Setidaknya sekarang, sekitar 3.000 warga telah mengajukan gugatan cerai sebagian besar disebabkan oleh masalah keuangan keluarga. Di Pegawai harian Inkuisisi Garut sedikitnya 100 pendaftaran gugatan cerai telah diterima, dimana lebih dari 80% penggugatnya adalah perempuan. Pada saat yang sama, menurut Asep Alinurdin, Wakil Ketua Inkuisisi Garut, Kabupaten Garut memiliki angka perceraian yang cukup tinggi selama dua tahun terakhir. Jumlah kasus bisa mencapai 5.000 hingga 6.000 per tahun.2
Perceraian adalah batalnya suatu perkawinan berdasarkan keputusan hakim atas permintaan salah satu pihak dalam perkawinan. artinya hukum perceraian dengan kesepakatan antara suami saja tidak diperbolehkan dan istri. Proses perceraian harus dibawa ke hakim dalam persidangan umum dalam kasus perdata di mana izin sebelumnya harus dicari ajukan pengaduan kepada ketua pengadilan negeri setempat. Sebelum lisensi Memang, hakim harus bekerja untuk mendamaikan para pihak (Djumairi Achmad, 1990). Sedangkan cerai menurut bahasa Indonesia Berarti berpisah dari akar kata perceraian. Perceraian menurut istilah (syara') adalah istilah untuk memutuskan hubungan pernikahan. Menentukan Rafaz yang digunakan pada akhir periode Jahiria Digunakan oleh syara'. Definisi perceraian di Indonesia dari akar kata "cerai" yang berarti "berpisah"
Pada tahun 1989 tentang Inkuisisi dan Kompilasi hukum Syariah, ada dua macam perceraian, yaitu talak, dan penuntutan talak. Perceraian Talak adalah perceraian yang diturunkan dari seorang suami kepada istrinya, menghancurkan pernikahan mereka. Bagi seorang suami untuk menceraikan istrinya, ia harus terlebih dahulu mengajukan permohonan ke pengadilan agama, dan pengajuan perceraian didasarkan pada perceraian yang diajukan oleh istri, sehingga membatalkan perkawinan dengan suami.
Berdasarkan fenomena perceraian pada masa pandemi Covid -19, dapat diketahui bahwa alasan perceraian umumnya karena konflik keluarga, masalah ekonomi, ketidakseimbangan aktivitas dan waktu, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), perubahan pola komunikasi, faktor usia membesarkan keluarga. Hal ini selaras dengan pendapat George Levinger, dia menyusun ada 12 kategori yang menyebabkan peceraian, diantarannya :
- Pasangan tidak melaksanakan kewajiban rumah tangga dan anak, contohnya, jarang pulang, jarang memberikan kepastian waktu dirumah dan tidak ada pendekatan emosional dengan pasangan dan anak.
- Masalah financial (penghasilan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga atau kebutuhan rumah tangga)
- Adanya kekerasan fisik (KDRT)
- Terjadi kekerasan verbal, sering melontrakan atau mengeluarkan kata-kata yang kasar, sering berbicara dengan intonasi tinggi(berteriak)
- Tidak adanya kesetiaan, memiliki orang ketiga
- Ada masalah dalam nafkah batin
- Sering minum-minuman keras atau mabuk
- Ada keterlibatan dari saudara pasangan misal, tekanan sosial
- Over protective, tidak satu tujuan dengan pasangan
- Jarang komunikasi, kurang perhatian sehinggan membuat rasa cinta pada pasangan berkurang
- Ada permintaan dari pasangan yang terlalu berlebihan, tidak adanya toleransi dan saling menghargai
- Hal lain yang tidak ada dalam ketegori di atas.
Menurut Syamsu Yusuf (2009) anak-anak atau remaja yang orang tuanya bercerai biasanya akan menunjukkan sikap berupa : kenakalan, keputusasaan, seks bebas, dan pengguna narkotika. Ini mungkin karena anak merasa lalai Orang tua melakukan hal ini akan mempengaruhi perkembangan intelektual anak. Merasa cinta orang tua yang diterima tidak lengkap, anak mencari perhatian diorang lain, bahkan ada yang merasa malu, minder. Di masa depan mereka akan membentuk reaksi internal bentuk balas dendam dan permusuhan terhadap dunia luar. Anak-anak itu menghilang dari rumah, lebih memilih menjadi gelandangan dan mencari kenikmatan hidup akhirnya terjerat dengan pergaulan bebas.
Tanggapan anak terhadap perceraian menurut Ningrum (2013). Orang tua, sangat dipengaruhi oleh cara orang tua mereka berperilaku di masa lalu, Selama dan setelah perceraian. Anak-anak membutuhkan dukungan dan empati yang lebih besar untuk membantunya mengatasinya kehilangan yang dialami selama masa-masa sulit setelah perceraian orang tua. Ada juga dampak yang akan dirasakan oleh pelaku perceraian seperti, merasa kesepian, karena kehilangan pasangan hidup yang stabil. Jika pasangan yang dituju hilang, itu akan menyebabkan shock, seolah-olah hidup tidak berguna lagi, karena Tidak ada tempat untuk curhat dan mengeluh tentang masalah yang harus diselesaikan bersama. Kesepian ini jika tidak segera diatasi dapat menyebabkan stres batin, harga diri rendah, dan tidak memiliki harga diri. Memulai hubungan baru dengan lawan jenis bisa membuat stres dan traumatis.
Selain itu, dampak perceraian terhadap subjek pembayaran merupakan masalah baru yang harus dihadapi oleh subjek pembayaran. Permasalahan tersebut berupa penyesuaian kembali peran dan hubungan masing-masing dengan lingkungan sosial (social relation). Setelah bercerai, mantan suami dan mantan istri harus mendefinisikan kembali hubungan dan peran mereka sebagai ayah dan ibu yang tidak lagi tinggal dalam satu rumah.
Perceraian mempunyai akibat hukum yang berkaitan dengan status suami, istri dan anak serta harta kekayaannya. Dalam dinamika keluarga selama pandemi Covid -19. Perceraian dapat mengakibatkan harta, yaitu harta bawaan dan harta yang diperoleh serta harta sesama jenis atau masyarakat. Harta yang diwariskan dan harta yang diperoleh tidak menjadi masalah karena harta tersebut tetap dikuasai dan merupakan hak para pihak. Jika asset pooling terjadi karena adanya kesepakatan, maka penyelesaiannya juga disesuaikan dengan kesepakatan dan keabsahannya. aset bersama atau gono-gini adalah perkawinan yang dihasilkan hanya dari harta benda yang diperoleh bersama oleh suami/kedua belah pihak dalam perkawinan.
Keluarga bahagia dan harmonis adalah dambaan setiap orang sepasang. Faktanya, setiap pasangan yang sudah menikah mencoba yang terbaik untuk kehidupan pernikahannya tidak berakhir dengan perceraian. Setiap rumah tangga pasti ada sebuah problem di dalamnya, tetapi jika tidak menemukan jalan keluar biasanya pasangan akan lebih memilih untuk bercerai padahal perceraian adalah tindakan yang tidak baik karena akan berdampak pada anak- anak atau buah hatinya. Oleh sebab itu butuh pencegahan agar tidak terjadi perceraian. Dalam tatanan keluarga, Goode mengutarakan beberapa model pencegahan atau antisipasi terjadinya perceraian, berikut ini model pencegahannya :
- Model pertama adalah menekan harapan pribadi pernikahan.
- Mod el kedua adalah menanamkan nilai-nilai cinta keluarga lebih diutamakan daripada hubungan pernikahan dalam pernikahan. Seringkali dalam sistem keluarga seperti itu, anak-anak. Pria khususnya memainkan peran yang sangat penting.
- Model ketiga adalah menganggap perselisihan adalah hal yang wajar
- Model keempat adalah mengajar anak-anak dan remaja memiliki harapan dan tujuan yang sama untuk pernikahan.
Selain itu kita juga bisa quality time bersama pasangan kita dengan begitu bisa menumbuhkan rasa cinta kepada pasangan dan terkadang berikan ruang sendiri untuk pasangan kita karena terkadang pasangan juga memerlukan waktu untuk sendiri. setiap pasangan harus mengetahui apa tujuan mereka kedepan. Komunikasi dua arah juga sangat diperlukan, dan jalan tengah adalah kuncinya.
Sebagai kesimpulan dari artikel ini, dapat disimpulkan bahwa pada setiap pasti ada masalah dengan kehidupan keluarga. Perceraian untuk mengakhiri pernikahan bukan cara terbaik. Karena perceraian sebenarnya dapat menyebabkan masalah baru, terutama bagi anak yang lahir dari perkawinan. jadi, Selain perceraian, semua pihak harus mencari solusi, jadi kamu harus bisa mempertahankannya. Dan yang paling penting dengan melakukan tind akan pencegahan. Pencegahan sangat penting yang penting, angka perceraian di Indonesia dan lintas generasi tidak terus meningkat pemuda Indonesia tetap bisa tumbuh dalam keluarga yang harmonis ada banyak cinta.
Reference
Argil, Muhammad, ‘Perceraian Di Cirebon Meningkat Selama Pandemi Covid -19, Dalam Sebulan Seribu Kasus’, Merdeka.Com, 2020, p. 2
Hidayati, Lili, ‘Fenomena Tingginya Angka Perceraian Di Indonesia Antara Pandemi Dan Solusi’, Jurnal Kajian Hukum, 3.1 (2021)
Nurhalisa, Risa, ‘Tinjauan Literatur: Faktor Penyebab Dan Upaya Pencegahan Sistematis Terhadap Perceraian’, Media Gizi Kesmas, 10.1 (2021), 157 <https://doi.org/10.20473/mgk.v10i1.2021.157-164>
Subardhini, Meiti, PERCERAIAN DI MASA PANDEMI COVID -19: MASALAH DAN SOLUSI, ed. by Dkk Adi Fahrudin, Politeknik Kesejahteraan Sosial Bandung (Bandung: UM Jakarta Press, 2020)
By : Ananda Eka Yulia N
Belum ada Komentar untuk "Faktor Penyebab Meningkatnya Perceraian Di Masa Pandemi Covid-19 dan Upaya Pencegahannya"
Posting Komentar