PERLU WASPADA, TAHUN 2022 BERPOTENSI MENGALAMI RESESI BAGI PEREKONOMIAN DUNIA

PERLU WASPADA, TAHUN 2022 BERPOTENSI MENGALAMI RESESI BAGI PEREKONOMIAN DUNIA

PERLU WASPADA, TAHUN 2022 BERPOTENSI MENGALAMI RESESI BAGI PEREKONOMIAN DUNIA

Tidak dapat dipungkiri bahwa adanya pandemi virus Covid-19 semenjak tahun 2020 hingga tahun ini masih tetap berlanjut, bahkan beberapa daerah di Indonesia juga masih terpantau menerapkan sistem PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) untuk menghambat penyebaran virus ini kembali meningkat. Akhir tahun 2021 dan awal tahun 2022 menjadi tahun dimana virus Covid-19 ini mulai berbaur menjadi teman cengkerama bagi masyarakat saat mulai diterapkannya era new normal. Berlakunya era new normal ini sebab negara tidak bisa terus-menerus berada dalam kondisi menunggu keadaan virus covid-19 membaik yang tidak dapat diprediksi kapan berakhinya. Keadaan ini juga diperkuat dengan pemerintah ingin memperbaiki kondisi perekonomian negaranya yang sedang megalami kemerosotan selama pandemi ini muncul.

Raden Pardade selaku Sekretaris Eksekutif Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional mengatakan bahwa tahun 2020 lalu ekonomi global mengalami resesi terburuk yang akan dicatat dalam sejarah dunia, tepatnya setelah perang dunia ke II pada tahun 1945 dengan minus 15,4 persen. Resesi ekonomi global sebelumnya juga pernah terjadi pada tahun 1930-an terkenal dengan sebutan The Great Depression dengan minus 17,6 persen. Sedangkan untuk Indonesia sendiri pandemi Covid-19 menjadi resesi ekonomi terburuk semenjak krisis moneter pada tahun 1988 dengan minus 13,1 persen. (Taufiq, 2020)

Beberapa dampak pada sektor ekonomi Indonesia yang sangat ketara yakni banyak terjadi PHK (Pemutusan Hubungan Kerja), penurunan barang impor, PMI Manufacturing Indonesia, hingga peningkatan inflasi yang terjadi.(Yamali & Putri, 2020) Bahkan pada tahun 2020 hampir 170 negara ekonominya dinyatakan negatif yang memaksa mereka masuk ke dalam jurang resesi dengan rata-rata minus 6,2 persen. Menteri keuangan 

Indonesia Sri Mulyani Indrawati juga menegaskan dalam Konferensi Pers APBN Kinerja dan Fakta bahwa saat itu ekonomi dunia menghabiskan sebanyak 9,7 persen atau setara 8,8 triliun dolar AS PDB (Produk Domestik Bruto) Global, sungguh sangat fantastis. Menginjak pada pertengahan tahun 2021 ekonomi global sudah mulai meningkat dari tahun sebelumnya dengan minus kurang dari satu persen. (Taufiq, 2020) Beberapa negara sudah mulai melakukan perbaikan dan tindak lanjut perekonomian di negaranya masing- masing sehingga terlepas dari resesi.

Belum sepenuhnya stabil dari polemik ekonomi akibat pandemi, pada awal tahun 2022 seluruh dunia dihebohkan dengan kabar akan terjadinya ‘perang dunia ketiga’ antara Rusia dengan Ukraina. Mengapa hal ini bisa dikatakan sebagai indikasi terjadinya perang dunia ketiga? Sebab antara kedua negara baik Rusia dan Ukraina merupakan negara yang sama-sama kuat, jika Rusia memang termasuk negara adidaya sedangkan Ukraina sendiri mendapatkan uluran tangan dari Amerika Serikat yang memang notabenenya memiliki konflik dengan Rusia sejak lama. Sudah menjadi rahasia umum jika kedua negara tersebut saling berlomba dalam memberikan pengaruh kepada dunia. Perbedaan ideologi dan seimbangnya kekuatan antar kedua negara menjadikan Rusia dan Amerika Serikat seperti dua raksasa yang saling berhadapan. Inilah salah satu alasan kuat yang membuka gerbang terjadinya perang dunia ketiga.

Konflik antara Rusia dan Ukraina tidak hanya soal kepentingan antar kedua belah pihak saja.  Lebih  dari  itu,  konflik  tersebut  bisa  mewakili kepentingan  lain  yang  general, khususnya negara-negara yang memiliki keberpihakan kepada Rusia maupun Ukraina. Negara barat yang memberikan pasokan senjata kepada Ukraina memberikan sedikit kepercayaan bagi Zelensky untuk meladeni tindakan invasi yang dilakukan Rusia kepada negaranya, sedangkan Putin tentu tidak tinggal diam atas bercampur tangannya negara Barat terutama Amerika Serikat atas urusan yang berkaitan dengan negaranya. Sehingga patut diwaspadai jika Rusia akan terprovokasi sampai berkeinginan untuk meluncurkan sejata nuklir miliknya yang akan berdampak besar bagi penduduk dunia. 

Banyak negara sudah memberikan sanksi kepada kedua negara tersebut terutama Rusia. Kebanyakan negara-negara yang terdaftar sebagai anggota North Atlantic Treaty Organization (NATO) memilih keberpihakan pada Ukraina yang menjadi imbas dari tindakan Rusia, seperti Uni Eropa, Amerika Serikat, Jepang, Kanada, Inggris, Singapura, Australia, dan Selandia Baru. Sanksi ini diberikan agar Rusia sadar atas perbuatan yang dilakukan dan segera mengakhiri invasinya kepada Ukraina. Sanksi dunia yang diberikan kaitannya dengan ekonomi yaitu memblokir akses keuangan.  Barat mengeluarkan bank- bank Rusia dari sitem keuangan Society Worldwide Interbank Financial Telecommunication (SWIFT). SWIFT adalah sistem penghubung antar lembaga keuangan seluruh dunia agar bank bisa bertransaksi dengan aman. Bahkan World Trade Organization (WTO) sebagai organisasi perdagangan dunia mencabut Rusia dari daftar negara yang paling disukai. Ini berakibat pada pelonjakan tarif impor yang dikenakan pada Rusia. Selain itu, beberapa hubungan bilateral perusahaan dan brand-brand global juga memutus hubungan bisnis dan operasi mereka di Rusia.(CNN, 2022)

Rusia yang sudah belajar dari pengalaman sebelumnya, sudah memikirkan segala kemungkinan besar yang akan terjadi. Putin merespon sanksi yang dijatuhkan kepada negaranya dengan memberikan peringatan jika tindakan tersebut sama saja dengan mendeklarasikan perang kepada Rusia dan merugikan diri sendiri, yaitu dalam bentuk kenaikan harga pangan dan energi. Rusia dengan negara yang begitu luas memiliki sumber daya alam melimpah disertai dengan sumber daya manusia yang unggul membuat mereka tak tertangguhkan. Putin dilaporkan telah menerbitkan dekret untuk membatasi atau melarang impor maupun ekspor produk dan bahan mentah tertentu, seperti gas alam, minyak, pupuk dan lain sebagainya.(Dikarma & Jaramaya, 2022)

Kebijakan ini dapat mengganggu proses pemulihan ekonomi dunia, tak terkecuali Indonesia. Sebagai halnya pada impor minyak di pasaran, Rusia memproduksi minyak mencapai 10 juta barel per hari. Jika Rusia melarang impor minyak di negara lain, maka lonjakan permintaan minyak dalam negeri meningkat yang berakibat pada lonjakan harga minyak tidak dapat dihindari. Indonesia sebagai salah satu negara impor minyak terbesar di dunia akan mengalami dampak yang berat jika sanksi negara-negara lain kepada Rusia sangat keras. Pertumbuhan ekonomi dunia yang terancam mengalami resesi tentu akan berdampak pada perekonomian nasional, terutama pada sektor impor dan ekspor. Dengan demikian, juga akan terjadi instabilitas pada ekonomi di tingkat domestik. (Elene, 2022)

Pandemi Covid-19  yang  belum berakhir  dan  invasi Rusia terhadap  Ukraina selama sebulan lebih yang tak kunjung menemukan titik kesepakatan membuat banyak negara merasakan dampaknya, terutama bagi keberlangsungan perekonomian dunia. Kemungkinan dunia untuk mengalami resesi berkelanjutan dari tahun 2020 masih tidak dapat dielakkan jika kita jeli melihat perkembangan situasi yang ada sampai saat ini. Sehingga perlu diadakannya terobosan-terobosan besar untuk menutup potensi resesi ekonomi dunia yang mungkin dapat terjadi pada tahun 2022.

Indonesia sebagai negara non-blok atau tidak  memberikan keberpihakan pada suatu negara lain diharapkan dapat menjadi jembatan bagi kedua pihak (Rusia dan Ukraina) untuk melakukan perdamaian. Hal ini bisa dilakukan Indonesia melalui Group of Twenty (G20) dimana tepat pada tahun ini Indonesia berkesempatan menjadi pemimpin G20 dan menjadi tuan rumah dilaksanakannya G20 tahun 2022. Penyelenggaraan G20 ini diharapkan  dapat  mengembalikan  stabilitas  keuangan  Internasional dan  menentukan solusi atas kondisi ekonomi global. Posisi strategis Indonesia sebagai Presidensi ini harus dimanfaatkan sebaik-baiknya. Menurut Presiden Joko Widodo dalam Opening Ceremony Presidensi G20 dalam menyatakan bahwa Presidensi Indonesia tidak hanya sebagai bentuk seremonial saja, melainkan Indonesia perlu mendorong negara-negara G20 untuk melakukan aksi-aksi nyata dan memperjuangkan aspirasi serta kepentingan negara-negara berkembang. (Khloisdinuka, 2021)

References

CNN. (2022). Apa yang Terjadi usai Sebulan Rusia Invasi Ukraina? CNN Indonesia. https://www.cnnindonesia.com/internasional/20220324080302-134-775445/apa- yang-terjadi-usai-sebulan-rusia-invasi-ukraina 

Dikarma, K., & Jaramaya, R. (2022). Serangan Balik, Rusia Siapkan Sanksi Balasan Terhadap Barat. REPUBLIKA.ID. https://www.republika.co.id/berita/r8h60j370/serangan-balik-rusia-siapkan-sanksi- balasan-terhadap-barat

Elene, M. (2022). Ini Dampaknya ke Ekonomi Jika Konflik Rusia-Ukraina Berkepanjangan. Bisnis.Com. https://ekonomi.bisnis.com/read/20220227/9/1505318/ini-dampaknya-ke-ekonomi- jika-konflik-rusia-ukraina-berkepanjangan

Khloisdinuka,  A.  (2021).  Presidensi  G20  Dinilai  Jadi  Kesempatan  buat  Pulihkan Ekonomi Dunia. DetikFinance. https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-5848496/presidensi-g20-dinilai-jadi-kesempatan-buat-pulihkan-ekonomi-dunia

Taufiq, M. (2020). Pandemi Sebabkan Ekonomi Dunia Alami Resesi Terburuk Sejak Perang Dunia II. Suarajatim.Id. https://jatim.suara.com/read/2020/09/23/153001/pandemi-sebabkan-ekonomi dunia-alami-resesi-terburuk-sejak-perang-dunia-ii

Yamali, F. R., & Putri, R. N. (2020). Dampak Covid-19 Terhadap Ekonomi Indonesia.

Journal         of         Economics         and         Business,         4(2),         384–388. https://doi.org/http://dx.doi.org/10.33087/ekonomis.v4i2.179

By: Nanda Hanii Aulia Arrafif

Belum ada Komentar untuk "PERLU WASPADA, TAHUN 2022 BERPOTENSI MENGALAMI RESESI BAGI PEREKONOMIAN DUNIA"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel