Dari Pergerakan untuk Indonesia Emas

Dari Pergerakan untuk Indonesia Emas

Oleh M. HASANUDDIN WAHID *)

DI tengah upaya keluar dari pandemi Covid-19 dan recovery ekonomi nasional, tiba-tiba menyeruak ke publik ratusan intelektual Islam Indonesia alumni Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) menggelar muktamar pemikiran mulai 5 hingga 7 April 2021. Muktamar ini bukan sembarang muktamar. Sebab, yang dikontestasikan adalah pemikiran, gagasan, ide, dan intelektualitas.

Dari Pergerakan untuk Indonesia Emas

Galibnya, publik memahami muktamar itu adalah perhelatan permusyawaratan tertinggi dari organisasi sosial keagamaan, organisasi kemasyarakatan, maupun partai politik. Tetapi, kali ini, ratusan profesor maupun doktor dan dosen dari pelbagai perguruan tinggi di tanah air berkumpul dan berkolaborasi menggelar hajatan muktamar pemikiran. Tentu ini peristiwa luar biasa, membahas sesuatu yang luar biasa, serta menghasilkan rekomendasi maupun produk-produk yang luar biasa pula.

Keluarbiasaan itu juga tampak dari asbab diselenggarakannya muktamar. Yakni, kondisi Indonesia yang sedang menyambut bonus demografi berupa generasi emas (golden generation) pada 2045 mendatang. Karena itu, perlu penyiapan sumber daya manusia (SDM) unggul agar potensi bonus demografi itu tidak menjadi bencana demografi (demographic disaster). Para intelektual (dosen) alumni PMII yakin mampu menjadi gerbong besar penyedia lahirnya SDM unggul tersebut.

Selain itu, muktamar pemikiran ini digelar dalam rangka mendiskusikan problem-problem mutakhir bangsa Indonesia dalam rangka keluar dari pandemi Covid-19 dan ancaman krisis ekonomi nasional. Sebab, apalah artinya kaum intelektual jika mereka tidak berani keluar dari menara gading untuk berjibaku membantu pemerintah dan masyarakat mengatasi krisis kesehatan dan krisis ekonomi akibat pandemi.

Reasoning lain diselenggarakannya muktamar pemikiran PMII ini adalah upaya menggelorakan kembali keberanian para kaum intelektual untuk menyuarakan pemikiran merdeka mereka di public sphere yang semakin disruptif. Sedang di aras internasional, muktamar pemikiran ini dituntut untuk mengglobalkan Islam wasatiah (moderat) ala ahlussunnah wal jamaah. Islam yang selama ini diterapkan Nahdlatul Ulama dengan baik, bahkan menjadi bagian dari living tradition bangsa Indonesia. Islam wasatiah NU ini bahkan menjadi jawaban selesainya hubungan agama dan negara maupun hubungan Islam dan demokrasi. Keduanya bisa hidup berdampingan saling menguatkan dan mengukuhkan. Tidak saling bertentangan, bahkan bertolak belakang.

Oase Kaum Intelektual

Penulis berharap penuh muktamar pemikiran alumni (dosen) PMII ini menjadi pertanda kebangkitan intelektual Islam, bahkan kebangkitan intelektual Indonesia. Mengapa? Sebab, beberapa tahun terakhir, public sphere Indonesia agak sepi dari pekikan bernas intelektual untuk terus mengarahkan haluan negara agar tidak bergeser dari preambul UUD NRI 1945. Sepi dari dinamika pemikiran kebangsaan dan kenegaraan yang tidak mempertentangkan agama dengan negara, agama dengan demokrasi, bahkan antara ilmu pengetahuan dengan pragmatisme dan era disrupsi. Kepada para intelektual pergerakan, kita semua berharap suara-suara itu kembali menggema di Nusantara.

Dalam muktamar pemikiran ini, puluhan tulisan (call for paper) dari berbagai tema telah diterima panitia. Mulai tema Islamic studies, social sciences, humaniora dan Islamic law, economic and development, education, hingga technology and science. Ada juga berbagai tulisan lepas lainnya terkait isu, tantangan, konsep, strategi, dan blueprint menyongsong Indonesia Emas 2045. Semuanya akan menjadi bahan rujukan untuk dimusyawarahkan para muktamirin.

Dari sekian agenda muktamar, penulis berharap ada perhatian khusus terkait bonus demografi, di mana jutaan anak muda yang akan memenuhi piramida penduduk Indonesia itu adalah mayoritas anak muda NU. Para guru besar, dosen, dan intelektual PMII hari ini adalah ”bidan-bidan intelektual” yang bertugas menyiapkan generasi emas PMII dan NU 2045. Dibutuhkan strategi kaderisasi, pendampingan, fasilitasi, dan penggemblengan intelektual agar para generasi muda NU dan PMII benar-benar menjadi SDM unggul. Yang menjadi pendulum utama dan pengarus utama Indonesia Emas 2045.

Mengacu kondisi aktual dan kontekstual Indonesia hari ini, penulis berharap muktamar pemikiran alumni PMII bertransformasi menjadi sebuah muktamar pemikiran para intelektual Islam Indonesia. Para pakar yang datang dengan berbagai latar belakang keahlian, budaya, etnis, bahasa, strata sosial, dan paham teologis bisa berbagi pengetahuan yang dimiliki masing-masing.

Para intelektual pergerakan dapat berdiskusi perihal isu-isu kemanusiaan yang krusial di era digital ini. Mereka juga bisa berdialog tentang pembangunan bangsa yang perlu ditransformasikan guna memperkuat citra dan identitas Islam Indonesia di era globalisasi. Apabila muktamar alumni PMII (dosen) benar-benar bertransformasi menjadi muktamar pemikiran baru para intelektual Islam, agenda ini menemukan relevansi dan signifikansinya bagi Islam maupun Indonesia.

Selain itu, penulis berharap muktamar ini menjadi ajang sharing pengetahuan yang bermuara pada revitalisasi pemikiran para intelektual Islam. Bukan lagi melestarikan pemikiran intelektual Islam yang sudah di-Eropa-kan, tetapi mengembangkan pemikiran orisinal para pemikir Islam sesuai alam dan budaya di bumi Nusantara. Dengan begitu, muktamar pemikiran intelektual PMII akan menjadi sebuah forum yang membawa banyak manfaat. Baik bagi komunitas Islam Indonesia maupun bagi bangsa Indonesia secara keseluruhan, bahkan bagi dunia internasional. Selamat bermuktamar wahai intelektual pergerakan. (*)

*) M. Hasanuddin Wahid, Sekjen DPP Partai Kebangkitan Bangsa, anggota FPKB DPR, ketua I PB PMII 2005–2007

Sumber: https://www.jawapos.com/opini/06/04/2021/dari-pergerakan-untuk-indonesia-emas/?page=3

Belum ada Komentar untuk "Dari Pergerakan untuk Indonesia Emas"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel