ANALISIS KESALAHAN BERBAHASA

ANALISIS KESALAHAN BERBAHASA

ABSTRAK
Gunakanlah bahasa Indonesia yang baik dan benar! Sebenarnya ungkapan tersebut sudah sering kita dengar ataupun kita baca, bahkan membicarakan dan menuliskan ungkapan tersebut. Karena sering mendengar ataupun membacanya kita dapat bertanya “Apakah penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar itu masih belum dicapai saat ini? Apakah penggunaan bahasa Indonesia saat ini masih belum baik dan benar?.

Banyak pertanyaan lain yang akan muncul ketika membahas pertanyaan diatas. Dan sudah seringkali kita melihat bahkan menggunakan bahasa yang tidak semestinya saat menuliskan suatu karya tulis karena terbawa oleh kebiasaan berbicara kita pada orang lain. Tidak dipungkiri lagi zaman sekarang adalah zaman modern yang sudah banyak sekali lahirnya ungkapan atau kata baru dalam menafsirkan sesuatu. Oleh karena itu bahasa Indonesia yang baik dan benar sedikit demi sedikit menjadi punah. 

Bukan hanya dikalangan dewasa dan remaja saja, tetapi dikalangan anak-anak bahasa gaul sudah menjadi bahasa keseharian mereka. Baik untuk berkomunikasi dengan teman, kakak, guru dan orangtua mereka. Banyak penyebab terjadinya kesalahan berbahasa di zaman ini, salah satunya bisa saja karena canggihnya tehnologi yang ada sehingga banyak orang yang lupa untuk membedakan mana hal yang baik atau positif untuk diambil dan mana hal yang buruk atau negatif untuk dihindari . Maka dari itu di paper ini kita akan membahas beberapa penyebab terjadinya kesalahan berbahasa.
Kata kunci: kesalahan berbahasa, mistake, error, lapses.


PENDAHULUAN
Keanekaan bahasa itu merupakan segi kebahasaan dari keanekaan etnis dan budaya suatu masyarakat. Jika masyarakat yang secara sosial budaya ragam itu secara politis dan geografis merupkan kesatuan, maka akan timbul masalah kebahasaan. Sejumlah besar masalah kebahasaan dalam masyarakat aneka bahasa seperti Indonesia, Filipina, Malaysia, dan Singapura jika kita menyebut empat negara yang termasuk ASEAN saja pada dasarnya dapat dipulangkan ke masalah komunikasi. Penduduk yang menggunakan bermacam bahasa atau dialek secara serempak, memerlukan alat perhubungan yang memungkinkan semua warga masyarakat satuan politik itu bergaul dan bekerja sama.

Arus Nasionalisme dan terbentuknya negara kebangsaan yang baru, menimbulkan apirasi pemikiran bahasa nasional sebagai lambang kesatuan bangsa yang dapat mengukuhkan rasa kesetiaan politis. Pemerintah yang hendak berjalan dengan baik memerlukan bahasa resmi kenegaraan yang dapat dipakai oleh pemerintah itu dalam komunikasinya dengan rakyat dan oleh semua warga negara yang menjadi anggota jaringan kebahasaan yang lebih luas. Komunikasi akan lebih lancar jika ada kesamaan bahasa sampai tingkat tertentu. Kesamaan itu akan menjamin pertukaran pesan komunikasi yang lebih cepat dan yang lebih terandalkan. Jika ditinjau dari sudut ekonomi, kelancaran komunikasi dapat membawa kita pada taraf produksi yang lebih tinggi.

Taraf keberhasilan program pembangunan pemerintah tidak saja  bergantung pada kekayaan sumber daya manusia, taraf keterampilan rakyatnya, atau modal keuangan yang tersedia, tetapi juga ada kemungkinan terutama pada taraf pemahaman rakyat akan maksud pembangunan itu. tanpa pemahaman yang memadai terhadap manfaat pembangunan, dan terhadap kesulitannya, tidak akan ada motivasi yang dapat menggerakkan partisipasi umum. Partisipasi kemasyarakatan agaknya hanya terjadi jika sesama warga negara paham-memahami.

Penentuan bahasa kebangsaan dan bahasa resmi kenegaraan menerbitkan sebilangan masalah kebahasaan lain. Di antaranya dapat disebut hal-hal berikut, jika bahasa nasional banyak ragam dialeknya, ragam manakah yang harus dipilih sebagai norma yang mengatasi semua dialek itu? Di antara banyak bahasa di dalam masyarakat yang sifatnya keaneka bahasa manakah yang dapat dipakai sebagai bahasa pengantar ditingkat-tingkat persekolahan? Masalah itu menciptakan keperluan akan pembakuan, buku pelajaran dalam bahasa itu, dan peristilahan ilmiah untuk berbagai bidang pengetahuan.

Penyebaran bahasa nasional ataupun bahasa resmi kenegaraan bertali dengan usaha pemberantasan buta huruf sebab di dalam kehidupan modern banyak hal yang menguntungkan dan bermanfaat ada di luar jangkauan orang yang tidak mampu membaca dan menulis walaupun ia sedikit banyak dapat menggunakan bahasa secara lisan. Masalah kebahasan yang lain ialah bagaiman bahasa itu dilafalkan dan dieja. Pengejaan bahasa yang seragam tentu menguntungkan karena mengurangi kemungkinan salah tafsir. Apakah bahasa perlu memiliki lafal yang sama? Ada orang yang berpendapat bahwa lafal boleh berbeda selama lafal itu tidak mengganggu komunikasi, baik secara obyektif yang mengenai isi pesan maupun secara subyekif yang berhubungan dengan rasa geli, cemooh, atau iritasi yang timbul pada peserta peristiwa ujaran. Sebaliknya ada juga pihak terutama kaum guru yang menuntut agar keseragam lafal bahasa diusahakan secepat-cepatnya.

Analisis kesalahan berbahasa adalah salah satu cara untuk menjawab pertanyaan bagaimana menggunakan bahasa yang baik dan benar. Melalui analisis kesalahan berbahasa, kita dapat menjelaskan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Bahasa Indonesia yang baik adalah bahasa Indonesia yang memenuhi faktor-faktor komunikasi, adapun bahasa Indonesia yang benar adalah bahasa Indonesia yang memenuhi kaidah-kaidah (tata bahasa) dalam kebahasaan.

Hal itulah yang akan dibahas dalam paper ini. Namun, sebelum masuk dalam pembahasan yang lebih mendalam, kita perlu mempelajari terlebih dahulu konsep dasar analisis kesalahan berbahasa, setelah mengkaji dan mempelajarinya semoga dapat mempraktikkannya dalam berbahasa Indonesia.  Oleh karena itu, pembaca harus mengetahui hal-hal sebagai berikut: 1. Pengertian Kesalahan Berbahasa. 2. Kategori Kesalahan Berbahasa. 3. Berbagai Pandangan Terhadap Kesalahan Berbahasa. 4. Perbedaan Analisis kesalahan Bahasa dengan Analisis Kontrastif. Diharapkan agar kita mempelajari hal tersebut melalui sajian dalam paper ini. Dengan mengetahui konsep dasar analisis kesalahan dalam berbahasa, kita dapat mengimplementasikannya ke dalam bahasa Indonesia. Akhirnya pernyataan “Pergunakanlah bahasa yang baik dan benar” menjadi kenyataan.

PEMBAHASAN
A. Pengertian analisis kesalahan berbahasa
Pembahasan tentang kesalahan berbahasa merupakan masalah yang tidak sederhana. Oleh sebab itu, kita harus mengetahui terlebih dahulu tentang pengertian kesalahan berbahasa. Tidak mungkin anda mengerti kesalahan berbahasa apabila anda tidak memiliki pengetahuan atau teori landasan tentang hal tersebut. Tidak mungkin anda memiliki pengetahuan atau teori landasan tentang kesalahan berbahasa apabila anda tidak pernah mempelajari tentang itu. Tidak mungkin kita  tidak mempelajari hal itu apabila kita ingin mengetahui dan memiliki teori landasan tentang kesalahan berbahasa. Istilah kesalahan berbahasa memiliki pengertian yang beragam. Untuk itu, pengertian kesalahan berbahasa perlu diketahui lebih awal sebelum kita membahas tentang kesalahan berbahasa.  Analisis kesalahan berbahasa adalah suatu cara atau langkah kerja yang biasa digunakan oleh peneliti atau guru bahasa untuk mengumpulkan data, mengidentifikasi kesalahan, menjelaskan kesalahan, mengklasifikasikan kesalahan dan mengevaluasi taraf keseriusan kesalahan berbahasa
(http://elyhamdan.wordpress.com/2009/02/10/sekilas-analisis-kesalahan-berbahasaindonesia/ , diakses pada tanggal 3 Maret 2017).

Corder menggunakan 3 istilah untuk membatasi kesalahan berbahasa: (1) Lapses, (2) Error, dan (3) Mistake. Bagi Burt dan Kiparsky dalam Syafi’ie mengistilahkan kesalahan berbahasa itu dengan “goof”, “goofing”, dan “gooficon”. Sedangkan Huda mengistilahkan kesalahan berbahasa itu dengan “kekhilafan (error)”. Adapun Tarigan  menyebutnya dengan istilah “kesalahan berbahasa”. Baiklah kita perlu mengetahui pengertian istilah-istilah tersebut. Lapses, Error dan Mistake adalah istilah-istilah dalam wilayah kesalahan berbahasa. Ketiga istilah itu memiliki domain yang berbeda-beda dalam memandang kesalahan berbahasa. Corder  menjelaskan:

1. Lapses 
Lapses adalah kesalahan berbahasa akibat penutur beralih cara untuk menyatakan sesuatu sebelum seluruh tuturan (kalimat) selesai dinyatakan selengkapnya. Untuk berbahasa lisan, jenis kesalahan ini diistilahkan dengan “slip of the tongue” sedang untuk berbahasa tulis, jenis kesalahan ini diistilahkan  “slip  of  the  pen”.  Kesalahan  ini  terjadi  akibat  ketidaksengajaan dan tidak disadari oleh penuturnya. 

2. Error
Error adalah  kesalahan  berbahasa  akibat  penutur  melanggar  kaidah  atau  aturan  tata  bahasa  (breaches  of  code).  Kesalahan  ini  terjadi  akibat  penutur sudah memiliki aturan (kaidah) tata bahasa yang berbeda dari tata bahasa yang  lain, sehingga itu berdampak pada kekurangsempurnaan atau ketidakmampuan penutur.  Hal  tersebut  berimplikasi  terhadap  penggunaan  bahasa,  terjadi kesalahan berbahasa akibat penutur menggunakan kaidah bahasa yang salah.

3. Mistake
Mistake ialah penyimpangan yang disebabkan oleh faktor-faktor peformance seperti keterbatasan ingatan, mengeja dalam lafal, tekanan emosional, dan sebagainya. (Jos Daniel Parera, 1994: 143) (Jakarta: Gelora Aksara)

Dalam sumber lain dikatakan bahwa mistake adalah kesalahan berbahasa akibat penutur tidak tepat dalam memilih kata  atau  ungkapan  untuk  suatu  situasi  tertentu.  Kesalahan  ini  mengacu kepada  kesalahan  akibat  penutur  tidak  tepat  menggunakan  kaidah  yang diketahui  benar,  bukan  karena  kurangnya  penguasaan  bahasa  kedua  (B2). Kesalahan terjadi pada produk tuturan yang tidak benar. Burt  dan  Kiparsky  tidak  membedakan  kesalahan  berbahasa,  tetapi  dia menyebut “goof” untuk kesalahan berbahasa, yakni: kalimat-kalimatatau tuturan yang  mengandung  kesalahan,  “gooficon”  untuk  menyebut  jenis  kesalahan  (sifat kesalahan)  dari  kegramatikaan  atau  tata  bahasa,  sedangkan  “goofing”  adalah penyebutan  terhadap  seluruh  kesalahan  tersebut,  goof dan  gooficon.  Menurut Huda, kesalahan berbahasa yang dilakukan oleh siswa (anak) yang sedang memperoleh dan belajar bahasa kedua disebut kekhilafan (error). Kekhilafan  (error),  menurut  Nelson  Brook  dalam  Syafi’ie,  itu  “dosa/kesalahan”  yang  harus  dihindari  dan  dampaknya harus  dibatasi,  tetapi  kehadiran kekhilafan itu tidak dapat dihindari dalam pembelajaran bahasa kedua.  Ditegaskan  oleh  Dulay,  Burt  maupun  Richard,  kekhilafan  akan  selalu muncul betapapun usaha pencegahan dilakukan, tidak seorang pun dapat belajar  bahasa  tanpa  melakukan  kekhilafan  (kesalahan)  berbahasa.  Menurut  temuan  kajian dalam bidang psikologi kognitif, setiap anak yang sedang memperoleh dan  belajar  bahasa  kedua  (B2)  selalu  membangun  bahasa  melalui  proses  kreativitas. Jadi, kekhilafan adalah hasil atau implikasi dari kreativitas, bukan suatu kesalahan berbahasa. Kekhilafan  adalah  suatu  hal  yang  wajar  dan  selalu  dialami  oleh  anak (siswa)  dalam  proses  pemerolehan  dan  pembelajaran  bahasa  kedua.  Hal  itu  merupakan  implikasi  logis  dari  proses  pembentukan  kreatif  siswa  (anak).  Hendrickson  dalam  Nurhadi  menyimpulkan  bahwa kekhilafan  berbahasa bukanlah sesuatu yang semata-mata harus dihindari, melainkan sesuatu yang perlu  dipelajari. Menurut Tarigan, ada dua istilah yang saling bersinonim (memiliki makna yang kurang lebih sama), kesalahan (error) dan kekeliruan (mistake) dalam pengajaran  bahasa  kedua.

 Kesalahan  berbahasa  adalah penggunaan  bahasa  yang  menyimpang  dari  kaidah  bahasa  yang  berlaku  dalam  bahasa  itu.  Sementara  itu  kekeliruan adalah penggunaan bahasa yang menyimpang dari kaidah bahasa yang berlaku  dalam  bahasa  itu  namun  tidak  dipandang  sebagai  suatu  pelanggaran berbahasa.  Kekeliruan  terjadi  pada  anak  (siswa)  yang  sedang  belajar  bahasa. Kekeliruan  berbahasa  cenderung  diabaikan  dalam  analisis  kesalahan  berbahasa  karena  sifatnya  tidak  acak,  individual,  tidak  sistematis,  dan  tidak  permanen  (bersifat sementara). Jadi, analisis kesalahan berbahasa difokuskan pada kesalahan berbahasa berdasarkan penyimpangan kaidah bahasa  yang berlaku dalam bahasa itu
(http://file.upi.edu/Direktori/DUALMODES/PEMBINAAN_BAHASA_INDONESIA_SEBAGAI_BAHASA_KEDUA/10_BBM_8.pdf, diakses pada tanggal 4 Maret 2017).

B. Proses terjadinya kesalahan berbahasa
Proses terjadinya kesalahan berbahasa berhubungan erat dengan proses belajar bahasa, oleh karena itu untuk memahami proses terjadinya kesalahan berbahasa diperlukan pemahaman tentang konsep-konsep belajar bahasa. Belajar bahasa terdiri atas proses penguasaan bahasa pertama dan penguasaan kedua. Proses penguasaan pertama disebut pemerolehan bahasa (language acquisition). Proses ini bersifat ilmiah dan tampak adanya suatu perencanaan terstruktur. Setiap anak yang normal secara fisik psikis, dan sosiologis pasti mengalami proses pemerolehan bahasa pertama melalui kehidupan sehari-hari dalam lingkungan keluarga dan masyarakat. Proses ini berlangsung tanpa disadari anak dan anakpun tidak menyadari motivasi apa yang mendorongnya untuk menguasai bahasa tersebut.
Proses berbahasa kedua terjadi setelah penguasaan bahasa pertama dan disebut belajar bahasa (language learning) proses ini umumnya berlangsung secara terstruktur dan siswa menyadari bahwa dia sedang belajar bahasa dan juga menyadari motivasi apa yang mendorongnya untuk menguasai bahasa tersebut.

Dalam proses belajar bahasa kedua, seorang pembelajar bahasa akan mempelajari intrabahasa yang dipelajarinya atau B2, sedangkan pelajar itu sendiri telah menguasai kaidah intrabahasa sendiri atau B1, selama belajar inilah si pembelajar akan menggunakan seperangkat ujaran dalam sistem bahasa tersendiri, yang bukan atau belum mempunyai model dalam dua bahasa tersebut ( B1 dan B2). Sistem bahasa pembelajar ini disebut oleh Larry Salinker dengan nama interlanguage (bahasa antara). Istilah lain untuk menyebut interlanguage adalah ideosynratic dialect oleh Piet Corder, approximative system oleh William Nemser atau tradisional competence oleh Richard.

Untuk memperkenalkan bahasa antara, salinker memperkenalkan pula konsep bahasa warisan atau bahasa ibu (B1) dan bahasa ajar (B2). Berikut proses belajar bahasa: Bahasa warisan → bahasa antara → bahasa ajaran
Sebagian dari unsur-unsur interlanguage (bahasa antara) ini sama dengan unsur bahasa kedua yang dipelajari dan sebagian yang lain tidak sama. Kesalahan berbahasa terjadi pada sistem interlanguage ini, yaitu unsur-unsur atau bentuk tuturan pada interlanguage yang tidak sama dengan bentuk-bentuk tuturan pada bahasa kedua yang dipelajari. Secara teoritis, unsur-unsur sistem interlanguage itu terdiri atas pembauran antara unsur-unsur bahasa pertama dan bahasa kedua yang di pelajari. kesalahan-kesalahan ini bersifat sistematik dan terjadi pada setiap orang yang belajar bahasa
(https://indahqonieeth.wordpress.com/2011/04/12/kesalahan-berbahasa-dan-proses-terjadinyakesalahan-berbahasa/ , diakses pada tanggal 4 Maret 2017).

C. Berbagai pandangan terhahap kesalahan berbahasa
1. Menurut pandangan audiolingualisme
Memandang kesalahan berbahasa dengan perspektif yang bersifat tingkah laku. Nelson brooks misalnya, memandang kesalahan berbahasa sebagai dosa yang harus dihindari dan pengaruhnya harus dibatasi, tetapi kehadirannya tidak dapat dielakkan. Dikemukakannya pula metode untuk menghindari terjadinya kesalahan berbahasa adalah dengan melatihkan si pebelajar model-model yang benar dalam waktu yang cukup lama. Seharusnya kegiatan berbahasa lebih ditekankan pada pembentukan kemampuan berkomunikasi dari pada latihan-latihan pola dan hafalan dialog. Si pebelajar lebih didorong keberaniannya untuk berkomunikasi dengan bahasa yang dipelajarinya. Sebagai pendukung, perlu juga diciptakan situasi yang membuat si pebelajar itu tidak merasa takut jika berbuat salah.

2. Menurut pandangan ahli psikologi kognitif
Para ahli psikologi kognitif memandang kesalahan berbahasa sebagai sesuatu yang wajar. Hal ini bisa dilihat dalam kenyataan pada proses penguasaan bahasa pertama pada anak-anak dimanapun. Dalam proses tersebut, anak-anak membuat kesalahan berbahasa, tetapi kesalahan berbahasa itu dapat diterima oleh orang tua mereka, serta orang dewasa yang ada dilingkungan sekitar mereka. Belajar berbahasa, manusia telah memiliki kapasitas belajar berbahasa yang bersifat alami. Kapasitas itu berada dalam struktur psikologis yang bersifat paten dalam otak manusia. Apabila seseorang belajar bahasa maka kapasitas belajar bahasa dalam struktur psikologis itu akan teraktifkan. Penguasaan bahasa itu tidak merupakan keturunan atau pembawaan, melainkan sesuatu yang diperoleh dari kebiasaan lingkungan hidupnya
(https://elyhamdan.wordpress.com/2009/02/10/sekilas-analisis-kesalahan-berbahasa-indonesia/ , diakses pada tanggal 4 Maret 2017).

D. Perbedaan analisis kesalahan dengan analisis kontrastif 
Analisis konstrastif (anakon) adalah kegiatan membandingkan struktur bahasa ibu atau bahasa pertama (B1) dengan bahasa yang diperoleh atau dipelajari sesudah bahasa ibu (B2) untuk mengidentifikasi perbedaan dan persamaan kedua bahasa (http://binekasnetwork.blogspot.com/2008/10/analisis-konstrastif.html diakses pada taanggal 4 Maret 2017).

Perbedaan antara kesalahan berbahasa (anakes) dengan analisis konstrastif (anakon). Anakes menganalisis kesalahan-kesalahan tersebut dengan cara membuat kategori kesalahan, sifat, jenis, dan daerah kesalahan, sedangkan anakon  membandingkan struktur bahasa ibu atau bahasa pertama (B1) dengan bahasa yang diperoleh atau dipelajari sesudah bahasa ibu (B2) untuk mengidentifikasi perbedaan dan persamaan kedua bahasa.
Berikut ini merupakan perbedaan anakon dan anakes jika ditinjau dari beberapa aspek:

1. Aspek permasalahan
Permasalahan anakon meliputi permasalahan bidang keterampilan (membaca, menyimak, berbicara dan menulis) dan juga bidang linguistik (tata bunyi tata bentuk kata dan tata kalimat). Sedangkan permasalahan anakon terletak pada pengaruh dari B1 ke dalam B2, pengaruh inilah yang menyebabkan kesalahan berbahasa.
2. Aspek batasan kajian
Batasan kajian dari analisis kesalahan adalah memberikan kategori, sifat, jenis, dan daerah kesalahan. Sedangkan batasan kajian analisis konstrastif adalah perbandingan antara B1 dan B2.
3. Aspek ruang lingkup
Ruang lingkup anakes meliputi fonologi (tata bunyi), morfologi (tata bentuk kata), sintaksis (tata kalimat) dan semantik (tata makna). Sedangkan ruang lingkup anakes terbatas hanya menganalisis dua bahasa dengan cara membandingkannya.
4. Aspek objek analis
Anakes dan anakon memiliki objek yang sama yakni bahasa. Namun keduanya berbeda pada titik tekannya. Anakes menitikberatkan objek analisis kesalahan pada bahasa siswa yang sedang mempelajari B2 atau bahasa asing. Objek yang lebih khusus lagi adalah kesalahan bahasa siswa yang bersifat sistematis dan menyangkut analisis kesalahan yang berhubungan dengan keterampilan berbahasa  (menyimak, berbicara, membaca, dan menulis), tata bunyi, tata bentuk kata, tata kalimat, dan tata makna. Sedangkan objek anakon adalah bahasa itu sendiri atau sebagai bahan pengajaran.
5. Aspek tujuan
Tujuan dari anakes adalah agar dapat membantu guru untuk mengetahui jenis kesalahan yang dibuat siswa , daerah kesalahan, sifat kesalahan, sumber kesalahan, serta penyebab kesalahan. Bila guru telah menemukan kesalahan-kesalahan tersebut , guru dapat mengubah metode dan teknik mengajar yang digunakan, dapat menekankan aspek bahasa yang perlu diperjelas, dapat menyusun rencana pengajaran remedial, dan dapat menyusun program pengajaran bahasa itu sendiri (https://indahqonieeth.wordpress.com/2011/04/12/kesalahan-berbahasa-dan-proses-terjadinya-kesalahan-berbahasa/  diakses pada tanggal 4 Maret 2017).

PENUTUP
Simpulan
Analsis kesalahan berbahasa ialah suatu cara yang biasa digunakan oleh peneliti atau guru bahasa untuk mengumpulkan data, mengidentifikasi kesalahan, menjelaskan kesalahan, mengklasifikasikan kesalahan dan mengevaluasi taraf keseriusan kesalahan berbahasa. Dalam kesalahan berbahasa terdapat 3 istiah yaitu
1. Lapses ialah kesalahan berbahasa akibat penutur beralih cara untuk menyatakan sesuatu sebelum seluruh tuturan (kalimat) selesai dinyatakan selengkapnya. 
2. Error adalah  kesalahan  berbahasa  akibat  penutur  melanggar  kaidah  atau  aturan  tata  bahasa  (breaches  of  code).  
3. Mistake ialah penyimpangan yang disebabkan oleh faktor-faktor peformance seperti keterbatasan ingatan, mengeja dalam lafal, tekanan emosional, dan sebagainya.
Kesalahan berbahasa terjadi pada sistem interlanguage ini, yaitu unsur-unsur atau bentuk tuturan pada interlanguage yang tidak sama dengan bentuk-bentuk tuturan pada bahasa kedua yang dipelajari. Secara teoritis, unsur-unsur sistem interlanguage itu terdiri atas pembauran antara unsur-unsur bahasa pertama dan bahasa kedua yang di pelajari. 
Perbedaan antara kesalahan berbahasa (anakes) dengan analisis konstrastif (anakon). Anakes menganalisis kesalahan-kesalahan tersebut dengan cara membuat kategori kesalahan, sifat, jenis, dan daerah kesalahan, sedangkan anakon  membandingkan struktur bahasa ibu atau bahasa pertama (B1) dengan bahasa yang diperoleh atau dipelajari sesudah bahasa ibu (B2) untuk mengidentifikasi perbedaan dan persamaan kedua bahasa.

Daftar Pustaka
http://elyhamdan.wordpress.com/2009/02/10/sekilas-analisis-kesalahan-berbahasaindonesia/ , diakses pada tanggal 3 Maret 2017. http://file.upi.edu/Direktori/DUALMODES/PEMBINAAN_BAHASA_INDONESIA_SEBAGAI_BAHASA_KEDUA/10_BBM_8.pdf, diakses pada tanggal 4 Maret 2017.
https://indahqonieeth.wordpress.com/2011/04/12/kesalahan-berbahasa-dan-proses-terjadinyakesalahan-berbahasa/, diakses pada tanggal 4 Maret 2017.
https://elyhamdan.wordpress.com/2009/02/10/sekilas-analisis-kesalahan-berbahasa-indonesia/ diakses pada tanggal 4 Maret 2017.
http://binekasnetwork.blogspot.com/2008/10/analisis-konstrastif.html  diakses pada tanggal 4 Maret 2017.
https://indahqonieeth.wordpress.com/2011/04/12/kesalahan-berbahasa-dan-proses-terjadinyakesalahan-berbahasa/, diakses pada tanggal 4 Maret 2017.
Parera, Jos Daniel. 1994. Linguistik Edukasional, Jakarta: Gelora Aksara.
Ahmadi. 2005. Psikologi Perkembangan, Jakarta: PT Rineka Cipta


By: Iswahyuni, Rizkiatul Karimah, Nur Nafisatul Fithriyah

Belum ada Komentar untuk "ANALISIS KESALAHAN BERBAHASA"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel