Cara Menanam Pendidikan Karakter di Era Modernisasi & Globalisasi

Abstrak
Generasi muda ialah generasi penerus bangsa, oleh karenanya sebuah harapan besar akan masa depan bangsa lebih maju. Peranan generasi muda inilah yang nantinya akan menentukan bagaimana nasib sebuah bangsa di masa mendatang. Akankah jauh lebih baik ataukah sebaliknya. Jika generasi mudanya baik maka bangsa akan semakin jaya, namun jika generasi mudanya rusak maka bangsa akan semakin sengsara.

Pendidikan Karakter

Akan tetapi generasi muda khususnya generasi muda Indonesia sendiri tidak luput dari pengaruh budaya dan pergaulan, sehingga generasi muda tumbuh dalam suatu budaya kehidupan yang tak terdidik dan dunia pergaulan yang sangat bebas. Terlebih di era digital saat ini, dimana segala sesuatu bisa dengan sangat mudah didapatkan secara instan dan perkembangan  teknologipun semakin canggih dari zaman ke zaman. Sehingga hal tersebut lebih cenderung berdampak negatif bagi pertumbuhan generasi muda yang mengakibatkan generasi muda tumbuh menjadi individu yang tak berkarakter dan menjadi penjajah bagi bangsanya sendiri.

Pada umumnya yang menjadi pemeran utama masalah-masalah di Indonesia adalah generasi muda dan generasi yang telah melewati situasi generasi muda itu sendiri, seperti kasus korupsi, narkoba, bulliying, terorisme, dll. Masalah-masalah tersebut menunjukkan bahwa aplikasi pendidikan karakter di dunia pendidikan sampai detik ini belum mampu menunjukkan output yang signifikan, sebagaimana dengan apa yang dimaksudkan dalam tujuan pendidikan nasional yaitu mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi siswa agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Pendidikan Karakter di Era Digitalisasi
Berbicra tentang pendidikan, di negara Indonesia sendiri telah mengalami beberapa kali perubahan kurikulum. Kurikulum kita selama ini dirasa terlalu kompleks yang pada akhirnya membebani siswa karena terlalu terfokus pada kecerdasan intelektual. Hal ini mengakibatkan tidak sedikit siswa yang tidak mampu mengikuti beban belajar dan merasa tidak betah di sekolah sehingga mengalihkan kegiatan mereka dengan hal-hal yang menyimpang. Untuk merespon fenomena tersebut, maka reformasi pendidikan sangat penting, yaitu dengan membuat kurikulum pendidikan yang memiliki nilai budaya dan karakter bangsa.

Pendidikan karakter bukan hanya sekedar mengajarkan mana yang benar dan mana yang salah. Lebih dari itu, pendidikan karakter adalah usaha menanamkan kebiasaan-kebiasaan yang baik (habituation) sehingga peserta didik mampu bersikap dan bertindak berdasarkan nilai-nilai yang telah menjadi kepribadiannya. Nilai-nilai tersebut harus ditumbuhkembangkan pada setiap peserta didik hingga berkembang menjadi budaya sekolah (school culture).Karakter yang dimaksud dalam pendidikan karakter menurut sartono (2011) adalah karakter bangsa  Indonesia yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila antara lain beriman dan bertakwa, jujur, dan bersih, sntun dan cerdas, bertanggung jawab dan kerja keras, disiplin dan kreatif, peduli dan suka menolong. Maka dengan pendidikan karakter diharapkan agar pendidikan karakter terintegrasi dalam setiap mata pelajaran sehingga dengan adanya pendidikan karakter diharapkan masa depan Indonesia lebih baik.

Namun di era digitalisasi saat ini, dimana segala sesuatu bisa didapat dengan mudah, membuat generasi muda terlena dan lupa akan adanya dampak-dampak negatif yang ditimbulkan dari kemajuan teknologi-teknologi tersebut. Hal ini juga berdampak terhadap pendidikan karakter pada generasi muda dan anak-anak. Tanpa disadari mereka akan terbawa arus global yang pada akhirnya menjerumuskan mereka. Disinilah pentingnya penanaman pendidikan karakter di era digital saat ini. Dengan adanya pendidikan karakter yang kuat diharapkan mereka dapat menyikapi kemajuan zaman dengan lebih bijaksana.

Akan tetapiPelaksanaan pendidikan karakter tidak semudah mendesain pendidikan karakter itu sendiri. Sebagai contoh,  pendidikan karakter di sekolah menanamkan nilai-nilai disiplin, jujur, dan toleran sehingga pendidikan karakter menjadi salah satu solusi kultural untuk mengurangi korupsi, namun di luar sekolah, stuktur masyarakat menampilkan sosok pemimpin yang korup, tidak jujur, terjadi ketidakadilan. Di sinilah letak tidak efektifnya pendidikan budaya dan karakter yang ditanamkan kepada anak.

Pelaksanaan pendidikan karakter memiliki permasalahan tersendiri, yaitu adanya ketidaksinkronan antara konsep pendidikan karakter, yang bertujuan untuk mengembalikan budaya dan karakter bangsa yang semakin merosot dengan realita yang dihadapi. Selain nitu pendidikan karakter juga mengalami banyak hambatan yang menjadi dilema dunia pendidikan. Dimana antara mengejar kepentingan tes dan pembentukkan karakter siswa. Pelaksanaan Ujian Nasional menjadi contoh yang menarik tentang dilema pendidikan karakter. Dalam proses pendidikan siswa ditanamkan nilai-nilai dan karakter bangsa, namun pada pelaksanaan Ujian Nasional siswa diajarkan ketidakjujuran yang sangat bertolak belakang dengan karakter bangsa.

Kegagalan dalam penerapan pendidikan karakter pada anak bukanlah sepenuhnya salah dari setiap individu. Namun ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi hal-hal tersebut. Terlebih di era digitalisasi ini, dimana segala sesuatu telah tersedia secara manual. Di era digitalisasi ini bahkan anak-anak usia dini sudah mahir dalam menggunakan gadget. Sedangkan seharusnya anak seusia mereka adalah masa dimana karakter awal dibentuk dalam pribadi yang baik. Faktor-faktor yang berpengaruh pada pendidikan karakter anak diantaranya yaitu: tenaga pendidik, orang tua, dan lingkungannya.

Pendidikan karakter di Indonesia pada umumnya dititikberatkan pada guru pendidikan agama dan guru bimbingan konseling. Jika peranan guru prndidikan agama sebatas menerapkan teori dan guru bimbingan konseling sebatas menangani masalah tanpa ada suatu tindakan follow up, maka dipastikan bahwa kehadiran mereka juga hanya formalitas. Selain itu  Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) hanyalah sebuah formalitas dalam proses pembelajaran, karena tidak sedikit pendidik yang dalam eksekusinya jauh berbeda dari rencana yang telah disusun. Akibatnya tidak ada efek pengaruh terhadap siswa melalui apa yang disampaikan oleh guru.

Selain itu sikap guru yang terlalu friendly dengan peserta didik juga berpengaruh terhadap pembentukkan karakter siswa. Di zaman sekarang tidak sedikit siswa yang menganggap guru seperti temannya sendiri. Bahkan seiring majunya teknologi digital yang sekarang game online menjadi boming di kalangan masyarakat baik tua ataupun muda, disinilah terkadang guru juga menjadi teman bermain bagi peserta didik, sehingga membuat peserta didik kurang lagi menghormati gurunya dan menimbulkan arakter-karakter generasi muda yang kurang baik.

Faktor berikutnya yaitu orang tua. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi mempunyai dampak yang sangat besar bagi pembentukkan karakter siswa. Pada era digitalisasi ini, kehidupan remaja bahkan anak-anak sangat memprihatinkan. Banyak anak-anak di usianya yang cukup muda namun telah terlibat kasus-kasus yang tak lepas dari pengaruh teknoligi. Begitupun pada umumnya, siswa yang terlibat kasus terkadang malah mendapat pembelaan dari orangtuanya. Akibatnya guru memilih untuk melepas tangan dari siswa. Hal ini menjadi masalah besar dalam penerapan pendidikan karakter, yakni tidak adanya sinergi antara orang tua dan pihak sekolah. Jadi perlu adanya kerjasama untuk bahu membahu membangun pendidikan karakter yang baik untuk generasi muda bangsa.

Peran orang tua dirumah juga sangat penting bagi terbentuknya karakter anak. Di zaman sekarang banyak anak-anak dibawah usia yang sudah mahir memakai gedget, nah disini kesalahan orang tua adalah kurangnya pemantauan terhadap anak-anak dalam pemakaian gadget tersebut. Anak dengan bebas dan leluasa mengoprasionalkan gadgetnya membuka segala situs yang dapat mempengaruhi karakter anak tersebut. Bahkan ketika anak sudah terlanjur kecanduan gadget mereka akan cenderung mengabaikan apa kata orang tuanya.

Selain guru dan orang tua, lingkungan juga menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi kesuksesan pendidikan karakter pada anak. Jika disekolah anak diajarkan teori terkait pendidikan karakter namun jika lingkungannya tidak mendukung, maka teori tersebut hanya akan menjadi angan-angan tanpa adanya bentuk realisasi yang nyata. Selain itu dengan semakin majunya teknologi namun kurang adanya penyaringan memilah dan memilih dampak dari teknologi tersebut membuat anak mudah terpengaruh hal-hal negatif dari lingkungan sekitarnya. Sehingga seluruh yang ada disekitar kita sebenarnya terlibat dalam pembentukan karakter generasi muda bangsa. Maka marilah kita berkerjasama untuk memperbaiki, membangun kembali dan menanamkan karakter-karakter yang lebih baik bagi generasi muda di era digital ini.

Kesimpulan
Pendidikan karater di era digitalisasi saat ini sulit untuk ditanamkan dalam diri anak. Dikarenakan adanya beberapa faktor diantaranya, pendidik(guru), orang tua, dan lingkungannya. Selain itu dengan adanya perkembangan teknologi yang semakin maju namun kurangnya pemantauan orang tua dan anak itu sendiri terhadap dampak negatif yang ditimbulkan dapat mempengaruhi karakter anak. Sehingga untuk dapat mengontrol dan membangun pendidikan karakter pada anak perlu adanya kolaborasi dari berbagai pihak termasuk anak itu sendiri dan orag-orang disekitarnya. Karena pendidikan karakter anak perlu ditanamkan sejak usia dini, supaya generasi muda bangsa kedepannya memiliki karakter-karakter yang baik.

By : Siti Saniatul Ulfah

Belum ada Komentar untuk "Cara Menanam Pendidikan Karakter di Era Modernisasi & Globalisasi"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel