BAGAIMANA MEDIA SOSIAL MENYEBABKAN RENDAHNYA MINAT LITERASI GURU MI?

ABSTRAK
Literasi Pendidikan

Kemampuan minat membaca dan menulis adalah bagian dari literasi. Dengan perkembangan media sosial informasi yang memudahkan untuk memberikan banyak pengajaran literasi di sekolah terhadap peserta didik agar melahirkan generasi literat yang dapat membangun bangsa lebih baik. Untuk mencapai semuanya membutuhkan guru yang dapat menyampaikan literasi kepada peserta didik yang menjadi perantara informasi. Tetapi, rendahnya minat baca masyarakat akibat rendahnya minat guru terhadap literasi. Padahal, guru yang gemar membaca dan menulis bisa menularkan kesenangan yang sama pada peserta didiknya. Kondisi inilah yang melatari dibangunnya gerakan literasi untuk pendidik. Tulisan ini  akan  membahas realita kemampuan literasi guru di Indonesia berdasarkan dengan mereka kebanyakan hanya aktif di media  sosial menjadi  kurangnya pengetahuan seorang guru dalam mengajar.  
Kata Kunci: Literasi, Membaca, Media Sosial, Guru MI

Literasi pendidikan

PEMBAHASAN
Minat baca adalah sumber motivasi kuat bagi seseorang untuk menganalisa dan mengingat serta mengevaluasi bacaan yang telah dibacanya, yang merupakan pengalaman belajar menggembirakan. Minat baca mempengaruhi bentuk serta intensitas seseorang dalam menentukan cita-citanya kelak di masa yang akan datang, hal tersebut juga adalah bagian dari proses pengembangan diri yang harus senantiasa diasah sebab minat membaca tidak diperoleh dari lahir.

Membaca adalah berpikir. Berpikir merupakan suatu proses untuk mengenali, memahami, dan kemudian menginterpretasikan lambang-lambang yang bisa mempunyai arti. Di sini banyak terlibat unsur-unsur psikologis seperti kemampuan dan atau kapasitas kecerdasan, minat, bakat, sensasi, persepsi, motivasi, retensi, ingatan, dan lupa, bahkan ada lagi yaitu kemampuan mentransfer dan berpikir kognitif kemampuan tersebut harus dimiliki seorang guru sebagai nahkoda di dalam kelas.  Tantangan  guru  di  era modern memang dimanjakan dengan teknologi yang serba canggih. Membuat guru menjadi tidak memanfaatkan informasi dengan baik. Budaya  membaca  sebagai  tradisi  ilmiah  harus dilestarikan  karena  banyak  sekali  manfaatnya.  

Membaca memang membutuhkan kemampuan. Dalam studi bahasa, untuk  menjadi  pembaca  yang  baik  dan  kritis,  kita  harus  memahami perbedaan  mendasar  tentang  model  membaca,  metode  dan  teknik membaca.  Masing-masing  memiliki  perbedaan  mendasar  karena  tujuan, konsep  dan  caranya  berbeda.  Oleh  karena  itu,  guru  MI  sebagai  peletak kecerdasan  intelektual,  spiritual  dan  emosional  pertama  kali  kepada peserta didik. Guru MI harus memiliki keterampilan membaca kritis sebagai langkah awal untuk memajukan pendidikan dasar.

Selama ini bacaan guru MI hanya terbatas pada buku ajar dan buku-buku  di  sekolah,  itu pun  bagi  yang  mereka  rajin  dan  hobi  membaca.  Kebanyakan guru hanya aktif di media  sosial  seperti  Facebook,  Twitter, Instagram, Path, Bigo Live,  dan layanan pesan (chatting)  seperti  WhatsApp, Blackberry  Messenger, dan  juga  Line  menjadikan  guru  malas membaca. Di sisi lain, intensitas membaca guru dengan media massa cetak juga jarang.

Apalagi, era digital seperti ini penyajian artikel media massa juga semakin maju.  Hampir  semua  media  massa  cetak  atau  koran  saat  ini  sudah berkonversi  menjadi  “koran  digital”  atau  akrab  disebut  koran  elektronik atau  e-paper. Jika tidak memiliki  e-paper, biasanya media massa cetak juga ada yang versi  online.  Jadi hal itu tidak bisa menjadi alasan guru MI untuk tidak membaca. Dalam  artikel-artikel  di  media  massa  tersebut menyimpan ide-ide yang dapat dimanfaatkan guru MI untuk kemajuan pendidikan dasar. Sebab, ide-ide di artikel populer tersebut selalu aktual dan berganti setiap harinya. Hal itulah yang perlu dipahami semua guru MI agar semakin aktif membaca artikel-artikel  media  massa.

Dalam  artikel-artikel  di  media  massa  tersebut  menyimpan  ide-ide yang dapat dimanfaatkan guru MI untuk kemajuan pendidikan dasar. Sebab, ide-ide di artikel populer tersebut selalu aktual dan berganti setiap harinya. Hal itulah yang perlu dipahami semua guru MI agar semakin aktif membaca artikel-artikel  media  massa. Namun  hal  itu  bisa  tercapai  ketika  para  guru  memiliki  kemampuan membaca.

Dorongan  meningkatkan  kemampuan  dan  keterampilan  guru sebenarnya  sudah  tertuang  dalam  regulasi  yang  dibuat  pemerintah. Undang-undang  No.  14  tahun  2005  tentang  Guru  dan  Dosen  Pasal  1  ayat (10)  menjelaskan  bahwa  kompetensi  adalah  seperangkat  pengetahuan, keterampilan dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati dan dikuasai guru atau  dosen  dalam  melaksanakan  tugas  keprofesionalan.  Sedangkan menurut  Lampiran  Permen  Diknas  No.  16  Tahun  2007,  kompetensi profesional mencakup lima (5) aspek kompetensi inti yakni:

  1. Menguasai  materi,  struktur,  konsep,  dan  pola  pikir  keilmuan  yang 
  2. mendukung mata pelajaran yang diampu.
  3. Menguasai  standar  kompetensi  dan  kompetensi  dasar  mata  pelajaran 
  4. atau bidang pengembangan yang diampu.
  5. Mengembangkan materi pembelajaran yang diampu secara kreatif.
  6. Mengembangkan  keprofesionalan  secara  berkelanjutan  dengan 
  7. melakukan tindakan reflektif. 
  8. Memanfaatkan  teknologi  informasi  dan  komunikasi  untuk  komunikasi dan mengembangkan diri.

Kompetensi  di  atas,  tidak  mungkin  bisa  tercapai  tanpa  aktivitas membaca. Namun dalam hal ini, membaca tidak sekadar dipahami sebagai aktivitas,  melainkan  sebagai  sebuah  kemampuan  dan  kompetensi  yang harus selalu ditingkatkan.

Pertanyaannya, apakah budaya baca guru MI masih konsisten atau justru  rendah?  Jika  sering  membaca,  apakah  sekadar membaca saja? Hal ini harus dikaji secara mendalam, karena ruh peradaban dan  kemajuan  pendidikan  tidak  bisa  dicapai  tanpa  adanya  budaya  baca yang  baik.  Namun  permasalahannya,  membaca  apa  dan  untuk  apa,  serta bagaimana  metode  membaca  yang  diterapkan guru  MI?  Sebab,  membaca tidak  hanya  aktivitas  reseptif  (menerima)  saja,  namun  juga  aktivitas terhadap ide, pendapat, dan gagasan penulis di media massa. Mengapa membaca guru  MI  penting?  Sebab,  secara  tidak  langsung,  jika  guru  memiliki kemampuan  membaca  kritis,  maka  secara  otomatis  bisa  memenuhi kompetensi  profesional  guru.  Guru  MI  profesional  tidak  sekadar  memiliki gelar, namun juga harus dibuktikan dengan budaya baca yang konsisten dan ditindaklanjuti dengan aktivitas menulis ilmiah.

KESIMPULAN
Banyak  media  massa  yang  menyajikan  artikel  populer  dengan berbagai  macam  rubrikasinya  yang  bisa  dibaca  guru  MI. Indonesia  banyak  sekali  majalah  yang dikhususnya  untuk  bisa  dibaca  guru,  seperti  Derap  Guru,  Media  Edukasi, dan  berbagai  majalah  yang  diterbitkan  kampus  maupun lembaga lain.

Membaca  tidak  hanya  aktivitas  membaca,  namun  lebih  pada metode  penguasaan  tulisan  yang  dibaca  setelah  dia  sudah  menguasai membaca  permulaan.  Kemampuan  membaca  bisa melalui tahapan penulis,  memahami organisasi  dasar  tulisan,  dapat  menilai  penyajian  penulis  atau  pengarang. 

Ada beberapa indikator pencapaian kegiatan membaca kritis guru MI terhadap  artikel  di  media  masa.  Pertama,  butir-butir  informasi  di  artikel seharusnya  tidak  perlu  dimaknai  satu  persatu,  namun  secara  garis  besar guru  MI  bisa  mendapatkan  makna  teks  dari  simpulan  tulisan  di  koran. Kedua,  membaca  artikel  media  massa  harus  santai  dan  mendapatkan kesenangan.  Ketiga,  membaca  artikel  media  massa  tidak  perlu  imajinatif seperti membaca karya sastra, baik itu cerpen maupun puisi. Keempat, guru MI  harus  punya  strategi  memahami  logika  kalimat.  Kelima,  gaya  bahasa atau redaksi tulisan yang diulang-ulang, sebenarnya tidak menjadi masalah untuk membaca kritis bagi guru MI. Keenam, untuk memudahkan kosakata atau idiom asing, maka guru MI bisa menggunakan kamus, baik itu kamus cetak  maupun  kamus  online.

DAFTAR PUSTAKA
Murdaningsih, dewi. 2019. Rendahnya Kompetensi guru jadi masalah pendidikan Indonesia.https://www.republika.co.id
Andymiyan. 2016. Artikel Pendidikan Rendahnya Minat Baca Siswa. http://andymiyan.blogspot.com
Arif, Syaiful. 2016. Minat Guru Terhadap Literasi Masih Rendah. http://www.harnas.co
Kharizmi, Muhammad. 2015. Kesulitan Siswa Sekolah Dasar Dalam Meningkatkan Kemampuan Literasi. Jurnal: ISSN 2355-3650, Vol. 2, No. 2 Dosen FKIP Prodi PGSD
Ibda Hamdulloh. 2017. Gerakan Metal (Membaca Artikel) Untuk Meningkatkan Kemampuan Membaca Kritis Guru MI. Jurnal: Volume 8 Nomor 1 PGMI STAINU Temanggung.

Revida Wahyu Putri Nurrohmah (revidaw@gmail.com)

1 Komentar untuk "BAGAIMANA MEDIA SOSIAL MENYEBABKAN RENDAHNYA MINAT LITERASI GURU MI?"

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel